Murabahah
Akad jual beli dimana harga dan
keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang
dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan
pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau tunai
Murabahah, dalam konotasi Islam
pada dasarnya berarti penjualan.
Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa
penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai
tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum
atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan
komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai
pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan
dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah
Karakteristik Murabahah
a.
Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan,
penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
b.
Jika aset yang telah dibeli penjual mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan ke pembeli, maka penurunan nilai tersebut
menjadi tanggungan penjual dan akan mengurangi nilai akad.
c.
Akad murabahah memperkenankan
penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad
murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada
satu harga ( harga dalam akad ) yang digunakan.
d.
Harga yang disepakati dalam
murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan.
Jika penjual mendapat diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan
hak pembeli.
e.
Penjual dapat meminta pembeli
menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang
telah dibeli dari penjual dan atau aset lainnya.
f.
Penjual dapat meminta uang muka
kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang
muka penjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad murabahah disepakti.
Jika akad murabahah batal, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah
dikurangi kerugian rill yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih
kecil dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
g.
Jika pembeli tidak dapat
menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual
dapat mengenakan denda kecuali dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum
mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada
pendekatan ta’zir yaitu membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya.
Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang
berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
h.
Penjual boleh memberikan potongan
pada saat pelunasan piutang murabahah.
i.
Penjual boleh memberikan potongan
dari total piutang murabahah yang belum dilunasi.
Jenis-jenis
Akad
1.
Murabahah dengan
pesanan
Murabahah ini dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang
harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang
tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau
membatalkan barang tersebut .
2. Murabahah
tanpa pesanan
Murabahah ini termasuk jenis
murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat
ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh
penjual.
Rukun
1.
Pelaku
2. Objek
Jual Beli
3.
Ijab Qabul
Ketentuan
Objek Jual Beli
1.
Barang yang diperjual
belikan adalah barang halal
2. Barang
yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai
3. Barang
tersebut dimiliki oleh penjual
4. Barang
tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan tertentu dimasa depan
5. Barang
tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh
pembeli sehingga tidak gharrar
6. Barang
yang diakadkan secara fisik ada ditangan penjual
KETENTUAN
UMUM MURABAHAH
1. Jual beli murabahah harus dilakukan
atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telaberada ditangan
penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya
modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual
beli..
3. Ada informasi yang jelas tentang
hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai
salah satu syarat sah murabahah.
4. Dalam system murabahah, penjual
boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak
tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5. Transaksi pertama (anatara penjual
dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli
secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan
pembeli murabahah.
Nama lain Jual Beli Murabahah ini
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan
syari’at ini dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
- al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’
- al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’
- Bai’ al-Muwa’adah
- al-Murabahah al-Mashrafiyah
- al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli
Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP).
Hukum Bai’ Murabahah dengan
pelaksanaan janji yang tidak mengikat (Ghairu al-Mulzaam)
Telah lalu bentuk kedua dari murabahah dengan
pelaksanaan janji yang tidak mengikat ada dua:
- Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka. Hal ini yang rojih adalah boleh dalam pendapat madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah. Hal itu karena tidak ada dalam bentuk ini ikatan kewajiban menyempurnakan janji untuk bertransaksi atau penggantian ganti kerugian. Seandainya barang tersebut hilang atau rusak maka nasabah tidak menanggungnya. Sehingga lembaga keuangan tersebut bersepekulasi dalam pembelian barang dan tidak yakin nasabah akan membelinya dengan memberikan keuntungan kepadanya. Seandainya salah satu dari keduanya berpaling dari keinginannya maka tidak ada ikatan kewajiban dan tidak ada satupun akibat yang ditanggungnya.
- Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya, maka ini dilarang karena masuk dalam kategori al-’Inah sebagaimana disampaikan Ibnu Rusyd dalam kitabnya al-Muqaddimah dan inilah yang dirojihkan Syeikh Bakr Abu Zaid.
Hukum Ba’i Murabahah dengan
pelaksanaan janji yang mengikat
Untuk mengetahui hukum ini maka kami sampaikan
beberapa hal yang berhubungan langsung dengannya.
Langkah proses Murabahah KPP bentuk ini
Mu’amalah jual beli murabahah KPP melalui beberapa
langkah tahapan, diantara yang terpenting adalah:
1. Pengajuan
permohonan nasabah untuk pembiayaan pembelian barang.
a.
Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli barang
yang diinginkan dengan sifat-sifat yang jelas.
b.
Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli tentang
lembaga tertentu dalam pembelian barang tersebut.
2. Lembaga
keuangan mempelajari formulir atau proposal yang diajukan nasabah.
3. Lembaga
keuangan mempelajari barang yang diinginkan.
4. Mengadakan
kesepakatan janji pembelian barang.
a.
Mengadakan perjanjian yang mengikat.
b.
Membayar sejumlah jaminan untuk menunjukkan
kesungguhan pelaksanaan janji.
c.
Penentuan nisbat keuntungan dalam masa janji.
d.
Lembaga keuangan mengambil jaminan dari nasabah ada
masa janji ini.
5. Lembaga keuangan mengadakan transaksi dengan
penjual barang (pemilik pertama).
6. Penyerahan
dan kepemilikan barang oleh lembaga keuangan.
7. Transaksi
lembaga keuangan dengan nasabah.
a.
Penentuan harga barang.
b.
Penentuan biaya pengeluaran yang memungkinkan untuk dimasukkan
kedalam harga.
c.
Penentuan nisbat keuntungan (profit).
d.
Penentuan syarat-syarat pembayaran.
e.
Penentuan jaminan-jaminan yang dituntut.
Aqad ganda (Murakkab) dalam
Murabahah KPP bentuk ini. [25]
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jual
beli murabahah KPP ini terdiri dari:
1. Ada tiga pihak
yang terkait yaitu:
a.
Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang
dari lembaga keuangan.
b.
Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c.
Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual
barang kepada pemohon atau pemesan barang.
2. Ada dua akad
transaksi yaitu:
a.
Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b.
Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta
dibelikan (pemohon).
3. Ada tiga
janji yaitu:
a.
Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b.
Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali
barang untuk pemohon.
c.
Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli
barang tersebut dari lembaga keuangan.
Dari sini jelaslah bahwa jual beli murabahah KPP ini
adalah jenis akad berganda (al-’Uquud al-Murakkabah) yang tersusun dari
dua akad, tiga janji dan ada tiga pihak. Setelah meneliti muamalah ini
dan langkah prosesnya akan tampak jelas ada padanya dua akad transaksi dalam
satu akad transaksi, namun kedua akad transaksi ini tidak sempurna prosesnya
dalam satu waktu dari sisi kesempurnaan akadnya, karena keduanya adalah dua
akad yang tidak diikat oleh satu akad. Bisa saja disimpulkan bahwa dua akad
tersebut saling terkait dengan satu sebab yaitu janji yang mengikat dari kedua belah
pihak yaitu lembaga keuangan dengan nasabahnya.
Berdasarkan hal ini maka jual beli ini menyerupai
pensyaratan akad dalam satu transaksi dari sisi yang mengikat sehingga dapat
dinyatakan dengan uangkapan: Belkan untuk saya barang dan saya akan berikan
untung kamu dengan sekian.
Hal ini karena barang pada akad pertama tidak dimiliki
oleh lembaga keuangan, namun akan dibeli dengan dasar janji mengikat untuk
membelinya. Dengan melihat kepada muamalah ini dari seluruh tahapannya dan
kewajiban-kewajiban yang ada padanya jelaslah bahwa ini adalah Mu’amalah
Murakkabah secara umum dan juga secara khusus dalam tinjauan kewajiban yang
ada dalam muamalah ini.Berbeda dengan Murabahah yang tidak terdapat janji yang
mengikat (Ghairu al-Mulzaam) yang merupakan akad yang tidak saling
terikat, sehingga jelas hukumnya berbeda.
Hukumnya
Yang rojih dalam masalah ini adalah tidak boleh dengan
beberapa argumen di antaranya:
a. Kewajiban mengikat dalam janji
pembelian sebelum kepemilikan penjual barang tersebut masuk dalam larangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjual barang yang belum
dimiliki. Kesepakatan tersebut pada hakekatnya adalah akad dan bila kesepakatan
tersebut diberlakukan maka ini adalah akad batil yang dilarang, karena lembaga
keuangan ketika itu menjual kepada nasabah sesuatu yang belum dimilikinya.
b. Muamalah seperti ini termasuk al-Hielah
(rekayasa) atas hutang dengan bunga, karena hakekat transaksi adalah jual uang
dengan uang lebih besar darinya secara tempu dengan adanya barang penghalal diantara
keduanya.
c. Murabahah jenis ini masuk dalam
larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang berbunyi:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang dari dua transaksi jual beli dalam satu jual beli (HR
at-Tirmidzi dan dishohihkan al-Albani dalam Irwa’ al-Gholil 5/149)
Al-Muwaa’adah apabila
mengikat kedua belah pihak maka menjadi aqad (transaksi) setelah sebelumnya
hanya janji, sehingga ada disana dua akad dalam satu jual beli. [26]
Ketentuan diperbolehkannya
Syeikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid menjelaskan
ketentuan diperbolehkannya jual beli murabahah KPP ini dengan menyatakan bahwa
jual beli Muwaa’adah diperbolehkan dengan tiga hal:
- Tidak terdapat kewajiban mengikat untuk menyempurnakan transaksi baik secara tulisan ataupun lisan sebelum mendapatkan barang dengan kepemilikan dan serah terima.
- Tidak ada kewajiban menanggung kehilangan dan kerusakan barang dari salah satu dari dua belah pihak baik nasabah atau lembaga keuangan, namun tetap kembali menjadi tanggung jawab lembaga keuangan.
- Tidak terjadi transaksi jual beli kecuali setelah terjadi serah terima barang kepada lembaga keuangan dan sudah menjadi miliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar