Senin, 21 November 2011

STRATEGI MEMASUKI USAHA BARU

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memulai atau memasuki dunia usaha yaitu :
1. Merintis usaha baru : yaitu membentuk dan mendirikan usaha baru yaitu membentuk dan mendirikan usaha baru dengan menggunakan modal, ide,organisasi dan manajemen yang dirancang sendiri.
2. Membeli perusahaan orang lain (buying) yaitu dengan membeli perusahaan yang telah didirikan atau dirintis atau diorganisir oleh orang lain dengan nama (goodwill) dan organisasi usaha yang sudah ada.
3. Kerjasama Manajemen (Frachising):kerjasama antara franchisee dengan franchisor /parent company. Kerjasama ini biasanya: pemilihan tempat, rencana bangunan, peralatan, pengendalian kualitas, riset.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Peggy Lambing(2000; 90): Sekitar 43% responden mendapatkan ide bisnis dari pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di bbrp perusahaan atau tempat-tempat profesional lainnya.

Ada 2 pendekatan utama yang digunakan wirausaha untuk mencari peluang :
• Pertama, Inside out (idea generation) adalah pendekatan berdasarkan gagasan sebagai kunci yang menentukan keberhasilan usaha.
• Kedua, pendekatan outside in, atau opportunity recognition, yaitu pendekatan yang menekankan pada basis ide bahwa kebutuhan akan berhasil apabila menanggapi atau menciptakan kebutuhan di pasar

Opportinity recognition tak lain adalah pengamatan lingkungan, yaitu alat pengembangan yang akan ditransfer menjadi peluang-peluang ekonomi.

Berita peluang tsb bersumber dari :
1. Surat kabar
2. Laporan periodik tentang perubahan ekonomi
3. Jurnal Perdagangan dan pameran dagang
4. Publikasi Pemerintah
5. Informasi lisensi produk yang disediakan oleh pialang saham, universitas dan perusahaan lainnya.

Dalam merintis usaha baru terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Bidang dan jenis usaha yang dimasuki
2. Bentuk usaha dan kepemilikan yang akan dipilih
3. Organisasi usaha yang akan digunakan
4. Jaminan usaha yang mungkin diperoleh
5. Lingkungan usaha yang akan berpengaruh

Bidang dan jenis usaha yang dimasuki :
1. Pertanian: usaha pertanian, kehutanan, perikanan dan perkebunan.
2. Pertambangan: meliputi usaha galian pasir, galian tanah batu dan bata.
3. Pabrikasi: usaha industri, perakitan dan sintesis
4. Konstruksi: usaha konstruksi bangunan, jembatan, pengairan dan jalan raya.
5. Jasa keuangan: usaha perbankan, asuransi dan koperasi
6. Jasa perorangan :usaha potong rambut, salon, laundry, katering.
7. Jasa umum: usaha pengangkutan, pergudangan, wartel dan distribusi.
8. Jasa wisata : meliputi berbagai kelompok

Berdasarkan UU No 9/ 1990 tentang Kepariwisataan terdapat 86 jenis usaha yang bisa dirintis yang terbagi ke dalam 3 kelompok :
A. Kelompok usaha jasa pariwisata meliputi :
• Jasa biro perjalanan wisata
• Jasa agen perjalanan wisata
• Jasa Pramuwisata
• Jasa konvensi perjalanan intensif dan pameran
• Jasa Konsultan Pariwisata
• Jasa Informasi Pariwisata

B. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi :
• Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam
• Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya
• Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus
• Usaha sarana wisata meliputi :
• Penyediaan akomodasi
• Penyediaan makanan dan minuman
• Penyediaan angkutan wisata
• Penyediaan sarana wisata
• Tempat usaha yang akan dipilih

IDE DAN PELUANG DALAM BERWIRAUSAHA

1. Ide Kewirausahaan

Menurut Zimmerer, ide-ide yang berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan riil di pasar. Ide-ide itu menciptakan nilai potensial di pasar sekaligus menjadi peluang usaha. Dalam mengevaluasi ide untuk menciptakan nilai-nilai potensial (peluang usaha), wirausaha perlu mengidentifikasi dan mengevaluasi semua resiko yang mungkin terjadi dengan cara :

1. Mengurangi kemungkinan resiko melalui strategi yang proaktif

2. Menyebarkan resiko pada aspek yang paling mungkin

3. Mengelola resiko yang mendatangkan nilai atau manfaat

Ada tiga resiko yang dapat dievaluasi, yaitu :

1. Resiko pasar atau persaingan

2. Resiko financial

3. Resiko teknik

Kreativiatas sering kali muncul dalam bentuk ide untuk menghasilkan barang dan jasa baru. Ide bukanlah peluang dan tidak akan muncul bila wirausaha tidak mengadakan evaluasi dan pengamatan secara terus menerus. Bagaimana ide bisa menjadi peluang? Jawaban atas pertanyaan ini, diantaranya :

1. Ide dapat digerakkan secara internal melalui perubahan cara-cara/metode yang lebih baik untuk melayani dan memuaskan pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya.

2. Ide dapat dihasilkan dalam bentuk produk dan jasa baru

3. Ide dapat dihasilkan dalam bentuk modifikasi pekerjaan yang dilakukan atau cara melakukan suatu pekerjaan

2. Sumber Peluang Potensial

Agar ide-ide potensial menjadi peluang bisnis yang riil, maka wirausaha harus bersedia melakukan evaluasi terhadap peluang secara terus-menerus. Proses penjaringan ide atau disebut screening merupakan suatu cara terbaik untuk menuangkan ide potensial menjadi produk dan jasa riil. Adapun langkah dalam penjaringan ide dapat dilakukan sebagai berikut ;

1. Menciptakan produk baru dan berbeda

2. Mengamati pintu peluang

3. Analisis produk dan proses produksi secara mendalam

4. Menaksir biaya awal

5. Memperhitungkan resiko yang mungkin terjadi

3. Orientasi Eksternal dan Internal

Keingintahuan dan minat pada apa yang terjadi di dunia merangsang orientasi eksternal. Orientasi internal merangsang penggunaan sumber daya - sumber daya pribadi untuk mengidentifikasi peluang venture baru.

Orientasi Eksternal didapat dari :

  1. Konsumen
  2. Perusahaan yang sudah ada
  3. Saluran distribusi
  4. Pemerintah
  5. Penelitian dan Pengembangan

Orientasi Internal didapat dari :

Tiga Tahap penggunaan sumber daya – sumber daya internal yaitu :

1. Analisa konsep hingga bisa terdefinisi dengan jelas, termasuk penguraian masalah yang perlu dipecahkan

2. Penggunaan daya ingat untuk menemukan kesamaan dan unsur-unsur yang nampaknya berhubungan dengan konsep dan masalah-masalahnya

3. Rekombinasi unsur-unsur tersebut dengan cara baru dan bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah dan membuat konsep dasar bisa dipraktekkan

Proses inovasi :

1. Wirausahawan melihat adanya kebutuhan

2. Mengumpulkan data dan mendefinisikan konsep-konsep

3. Menguraikan masalah-masalah

4. Menggunakan daya ingat untuk mencari kesamaan

5. Menemukan kesamaan dan gagasan yang berhubungan

6. Melihat bagaimana menggabungkan kesamaan dan gagasan yang berhubungan

7. Mencari pemecahan sementara

8. Meneliti pemecahan dengan hati-hati

9. Bergerak terus jika semuanya baik

10. Mencapai keberhasilan

4. Sumber Gagasan Bagi Produk dan Jasa Baru :

Ø Kebutuhan akan sumber penemuan

Ø Hobi atau kesenangan pribadi

Ø Mengamati kecenderungan-kecenderungan

Ø Mengamati kekurangan-kekurangan produk dan jasa yang ada

Ø Mengapa tidak terdapat ?

Ø Kegunaan lain dari barang-barang biasa

Ø Pemanfaat produk dari perusahaan lain

5. Proses Perencanaan dan Pengembangan Produk :

Tahap Gagasan

Tahap Konsep

Tahap Pengembangan Produk

Tahap Uji Pemasaran

Tahap Komersialisasi

6. Produk Yang Sesuai Untuk Perusahaan Kecil

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan kecil untuk penciptaan suatu produk :

§ Untuk pemilihan produk, perusahaan harus memperhatikan pada sumber daya uang, tenaga kerja dan fasilitas yang dimiliki.

§ Pemilihan segmen pasar yang memungkinkan.

§ Untuk produk atau proses yang disuplai kepada perusahaan lain hendaknya sangat kecil volumenya sehingga tidak menarik minat para pelanggannya untuk memproduksinya sendiri.

§ Tingginya nilai tambah. Keuntungan harus lebih besar dari biaya.

§ Rentang waktu yang diperlukan untuk penyelesaian produk atau proses.

7. Arti Penting Orientasi Pemasaran

ü Penyebab gagalnya bisnis kecil adalah kurangnya penjualan dan kurangnya daya saing

ü Wirausahawan harus berorientasi konsumen

8. Matriks Produk – Pasar

5 langkah untuk merumuskan tujuan bauran produk – pasar :

v Pemeriksaan kecenderungan penting dalam lingkungan bisnis dari daerah produk – pasar.

v Pemeriksaan kecenderungan pertumbuhan dan kecenderungan keuntungan.

v Pemisahan bidang produk – pasar yang akan menarik ke depan maupun daerah yang akan tertarik.

v Pertimbangan mengenai kebutuhan atau diperlukannya tambahan produk atau daerah pasaran baru pada bauran.

v Derivasi profil bauran produk – pasar optimum namun realistis didasarkan pada kesimpulan yang dicapai pada langkah 1 sampai 4.

9. Kegagalan Didalam Memilih Peluang Bisnis Baru

ü Kurangnya obyektivitas

ü Kurangnya kedekatan dengan pasar

ü Pemahaman kebutuhan teknis yang tidak memadai

ü Diabaikannya kebutuhan finansial

ü Kurangnya diferensiasi produk

ü Pemahaman terhadap masalah-masalah hukum yang tidak memadai

Peluncuran usaha baru

Yang harus dilakukan oleh wirausahawan adalah :

Mempertahankan sikap obyektivitas dan selalu mencari gagasan bagi produk atau jasa

Dekat dengan segmen pasar yang ingin dimasuki

Memahami persyaratan teknis dari produk atau proses

Menelusuri secara mendetail kebutuhan finansial bagi pengembangan dan produksi

Mengetahui kendala hukum yang diterapkan pada produk atau jasa

Menjamin bahwa produk atau jasa menawarkan keuntungan tertentu yang membedakannya dari pesaing

Melindungi gagasan kreatif melalui hak paten, hak cipta, merek dagang dan merek jasa

TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL

Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan yang telah diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;

1. Ketidaktahuan
2. Ketidakmampuan

Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui persoalan tertentu.

Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.

Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang memperingan mencakup :

  • Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
  • Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
  • Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)

Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :

  1. Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
  2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
  3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
  • Ketidak pastian
  • Kesulitan

Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga faktor pertama tadi dapat meringankan.

Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.

A. Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab. Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.

B. Tanggung Jawab Bawahan
Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka. Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah.

Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu. Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral.

Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.